Pertemanan

Beberapa orang mempertanyakan hal ini ke gue baru-baru ini. Gue menjawab seperti apa yang gue pikirkan. Responnya pun seperti yang mereka pikirkan. Ya iyalah, pikirannya beda-beda, kenapa juga responnya harus sama?

Yang mau gue tulis sebenernya bukan masalah respon orang atau apalah, tapi tentang tipe temen yang selama ini ada di sekitar gue.

Pertama, tipe temen yang emang bener ngebongkar semua yang dia punya ke temennya. Gue nggak masalah dengan hal itu, tapi jujur, gue bukan tipe yang ini. Kenapa? Karena sedeket-deketnya gue sama seorang temen, tetep ada hal yang gue rasa harus gue sembunyiin. Bates apa yang harus gue sembunyiin ini sangat subjektif, tergantung gue. Gue bisa akan sangat terbuka akan satu hal, tapi sangat tertutup akan hal lain. Bukan masalah percaya atau nggaknya, ini memang sepertinya bagian dari personality gue aja. Ada yang nggak suka sama kerahasiaan gue ini ya silakan, gue nggak punya hak ngelarang siapapun untuk nggak suka sama apapun. Gue menyadari keterbukaan itu penting dalam hubungan apapun. Itu bener. Nggak mau buang energi juga gue buat ngebantah. Sampe dimana batas keterbukaannya itu siapa yang nentuin? Terserah aja. Mungkin bacanya nggak adil yaa, temen gue udah ngasih tau rahasianya semua tapi gue masih menutupi satu dan atau lain hal. Silakan kalo mau nyela-nyela. Ini emang gue dari sononya, pasti perlu perbaikan di masalah keterbukaan ini. Kasih tau aja gue harus lebih terbuka dimananya, kalo gue mampu, gue ubah Insya Allah.Dari tipe temen ini gue belajar, sesuatu itu dihargai bukan cuma dari apa yang terlihat, tapi juga tersirat. Gue juga belajar bersyukur masih ada orang yang mau mempercayakan satu dan atau lain hal ke gue. Gue juga belajar, mungkin kerahasiaan gue ini akan membawa side effect nantinya gue nggak tahu, dan saat itu dateng ya gue harus terima.

Kedua, gue punya temen yang mengelompok-ngelompokkan temen-temennya. Gue nggak tau kalian yang baca ini ngerasa hal ini negatif atau gimana, tapi temen gue ini punya alasan. Dia mengelompok-ngelompokkan temen-temennya untuk sebuah keteraturan. Dia nggak akan mencampurkan temen kuliahnya ke rekan kerjanya, atau temen chattingnya dengan temen SMAnya. Dan terbukti, dia terorganisir dalam hal ini dan itu. Gak semrawut antara janjian sama temen ini tapi temen yang itu ngajakin anu. Gue nggak masalah dengan hal ini. Kenapa? Karena gue berteman dengan dia pun jelas posisi gue sebagai apa. Gue nggak pernah merasa keberatan dia nggak mau ngenalin gue ke temennya yang mana lah, karena lagi-lagi gue merasa perlu menghormati hak dia untuk nggak ngenalin temennya ke gue. Gue juga bukan termasuk tipe ini. Kenapa? Karena di setiap siklus kehidupan gue, pasti gue ngebawa kehidupan gue yang lama. Contoh: Gue kuliah pun, ada temen SD gue yang satu kampus, gue ketemu temen via chatting pun, ada kalanya ternyata dia adalah temen TK gue atau apalah. See? Gue nggak bisa mengelompokkan teman-teman gue ini. Kalo kejadian kasus kayak diatas, temen gue yang nyampur-nyampur itu mau gue taro dimana?

Ketiga, gue punya temen yang traumatik sama sesuatu hal di masa lalunya. Gue kenalan sama dia via blog, baru setelah itu lanjut e-mail. Dia belum mau ketemuan sama gue. Kenapa? Karena trauma di masa lalunya itu. Gue nggak keberatan, meskipun nggak dipungkiri gue penasaran tingkat Zeus. Gue merasa gue harus tau menempatkan diri kalo ketemu orang dengan tipe ini. Salah-salah gue malah membangkitkan trauma dia dan bikin situasi kacau balau. Gue seneng temenan sama dia, karena dengan ini gue belajar. Belajar kapan harus heboh, harus menanggapi dengan serius, harus ngelawak bareng-bareng, dan kapan saatnya berhenti bicara saat sesuatunya terasa terlalu jauh. Gue juga bukan tipe yang kayak gini. Kenapa? Kata orang gue sangat easy-going. Gue nggak terlalu mempermasalahkan segala sesuatu. Asal udah ketemu solusinya ya udah. Belom ketemu ya cari. Gue bisa ngomong kayak gini karena gue belum ngerasain traumatik yang temen gue ini alamin kali yaa?? Kalo udah ngerasain bisa aja reaksi gue sama kayak temen gue ini.

Keempat, temen yang gue merasa terikat dengan mereka. Bukan terikat dalam arti dibelenggu dan stuck, tapi lebih ke batin yang saling berkoordinasi. Gue bahkan sempat beberapa kali tak perlu berkomunikasi lisan untuk tahu apa yang ada di pikiran masing-masing. Butuh waktu emang untuk sampe ke tahap ini dalam pertemanan, dan jarang ada yang mau dan mampu berjuang untuk sampe ke tahap ini. Gue bukan bilang nggak ada lho yaa. Cuma jarang, mungkin ada yang bilang, "Ah, gue bisa kok sama si A begitu!" yaa kalo gitu gue bisa bilang selamat, kalian punya sesuatu untuk dipertahankan nantinya. Bukan berarti untuk yang belom sampe tahap ini nggak punya sesuatu untuk dipertahankan, hanya belum, pasti ada kok yang akan selalu kita pertahankan dan perjuangkan dalam berteman. Nggak cuma sekedar nggak enak karena udah lama kenal atau udah banyak dibantu, tapi lebih kepada "Gue ngerasa pantes mempertahankannya. Tanpa alasan." Kapan, sama siapa, dan dimana tahap ininya, bener-bener tergantung perjuangan gue untuk ngedapetinnya. Dari temen-temen yang kayak gini gue belajar, sesuatu yang berharga itu nggak bisa diertahankan dengan cara yang biasa juga, perlu kehati-hatian, kelembutan, sekaligue kekuatan di waktu yang bersamaan.

Hancur ya??? Gapapa. Yang baca dikit ini. =D

Reply · Report Post